Minggu, 18 Desember 2011

Plagiarisme dalam Hegemoni Kultur Akademik



Nama : Rizkyka Ayunanda
NPM : 16211409
Kelas : 1EA11

Plagiarisme atau sering disebut plagiat adalah penjiplakan atau pengambilan karangan, pendapat, dan sebagainya dari orang lain dan menjadikannya seolah karangan dan pendapat sendiri. Plagiat dapat dianggap sebagai tindak pidana karena mencuri hak cipta orang lain. Di dunia pendidikan, pelaku plagiarisme dapat mendapat hukuman berat seperti dikeluarkan dari sekolah/universitas. Pelaku plagiat disebut sebagai plagiator. 

Yang digolongkan sebagai plagiarisme:
- menggunakan tulisan orang lain secara mentah, tanpa memberikan tanda jelas (misalnya dengan menggunakan tanda kutip atau blok alinea yang berbeda) bahwa teks tersebut diambil persis dari tulisan lain
- mengambil gagasan orang lain tanpa memberikan anotasi yang cukup tentang sumbernya

Yang tidak tergolong plagiarisme: 
- menggunakan informasi yang berupa fakta umum.
- menuliskan kembali (dengan mengubah kalimat atau parafrase) opini orang lain dengan memberikan sumber jelas.
- mengutip secukupnya tulisan orang lain dengan memberikan tanda batas jelas bagian kutipan dan menuliskan sumbernya.


jadi pendapat saya tentang plagiarisme dalam hegemoni kultur akademik menekankan penjiplakan yang terjadi pada bidang akademik yang telah membudaya. contohnya seperti seorang pelajar yang mencontek pekerjaan temannya, penjiplakan makalah yang 100% milik orang lain yang kemudian dibuat atas nama plagiator tanpa mencatat sumber yang jelas atau yang sekarang ini dikenal 'copy-paste' dan hal ini sekarang sudah membudaya dibidang akademik. 

Minggu, 20 November 2011

Peran Budaya dalam Penegakan Hukum di Indonesia


Hukum di Indonesia merupakan campuran dari sistem hukum hukum Eropa, hukum Agama dan hukum Adat. Sebagian besar sistem yang dianut, baik perdata maupun pidana, berbasis pada hukum Eropa kontinental, khususnya dari Belanda karena aspek sejarah masa lalu Indonesia yang merupakan wilayah jajahan dengan sebutan Hindia Belanda (Nederlandsch-Indie). Hukum Agama, karena sebagian besar masyarakat Indonesia menganut Islam, maka dominasi hukum atau Syari'at Islam lebih banyak terutama di bidang perkawinan, kekeluargaan dan warisan. Selain itu, di Indonesia juga berlaku sistem hukum Adat yang diserap dalam perundang-undangan atau yurisprudensi,  yang merupakan penerusan dari aturan-aturan setempat dari masyarakat dan budaya-budaya yang ada di wilayah Nusantara.

Hukum adat adalah sistem hukum yang dikenal dalam lingkungan kehidupan sosial di Indonesia dan negara-negara Asia lainnya seperti Jepang, India, dan Tiongkok. Hukum adat adalah hukum asli bangsa Indonesia. Sumbernya adalah peraturan-peraturan hukum tidak tertulis yang tumbuh dan berkembang dan dipertahankan dengan kesadaran hukum masyarakatnya. Karena peraturan-peraturan ini tidak tertulis dan tumbuh kembang, maka hukum adat memiliki kemampuan menyesuaikan diri dan elastis. Selain itu dikenal pula masyarakat hukum adat yaitu sekelompok orang yang terikat oleh tatanan hukum adatnya sebagai warga bersama suatu persekutuan hukum karena kesamaan tempat tinggal ataupun atas dasar keturunan
Kedudukan Hukum Adat dalam Perpektif UUD 1945
Konstitusi kita sebelum amandemen tidak secara tegas menunjukkan kepada kita pengakuan dan pemakaian istilah hukum adat. Namun bila ditelaah, maka dapat disimpulkan ada sesungguhnya rumusan-rumusan yang ada di dalamnya mengandung nilai luhur dan jiwa hukum adat. Pembukaan UUD 1945, yang memuat pandangan hidup Pancasila, hal ini mencerminkan kepribadian bangsa, yang hidup dalam nilai-nilai, pola pikir dan hukum adat. Pasal 29 ayat (1) Negara berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, Pasal 33 ayat (1) Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan azas kekeluargaan.
Pada tataran praktis bersumberkan pada UUD 1945 negara mengintroduser hak yang disebut Hak Menguasai Negara (HMN), hal ini diangkat dari Hak Ulayat, Hak Pertuanan, yang secara tradisional diakui dalam hukum adat.
Ada 4 pokok pikiran dalam pembukaan UUD 1945, yaitu persatuan meliputi segenap bangsa Indonesia, hal ini mencakup juga dalam bidang hukum, yang disebut hukum nasional. Pokok pikiran kedua adalah negara hendak mewujudkan keadilan sosial. Hal ini berbeda dengan keadilan hukum. karena azas-azas fungsi sosial manusia dan hak milik dalam mewujudkan hal itu menjadi penting dan disesusaikan  dengan tuntutan dan perkembangan masyarakat, dengan tetap bersumberkan nilai primernya. Pokok Pikiran ketiga adalah : negara mewujudukan kedaulatan rakyat, berdasar atas kerakyatan dan permusyawaratan dan perwakilan. Pokok pikiran ini sangat fondamental dan penting, adanya persatuan perasaan antara rakyat dan pemimpinnya, artinya pemimpin harus senantiasa memahami nilai-nilai dan perasahaan hukum, perasaaan politik dan menjadikannya sebagai spirit dalam menyelenggarakan kepentingan umum melalui pengambilan kebijakan publik. Dalam hubungan itu maka ini mutlak diperlukan karakter manusia pemimpin publik yang memiliki watak berani, bijaksana, adil, menjunjung kebenaran, berperasaan halus dan berperikemanusiaan. Pokok pikiran keempat adalah: negara adalah berdasarkan Ketuhanan yang Maha Esa, hal ini mengharuskan cita hukum dan kemasyarakatan harus senantiasa dikaitkan fungsi manusia, masyarakat memiliki keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan negara mengakui Tuhan sebagai penentu segala hal dan arah negara hanya semata-mata sebagai sarana membawa manusia dan masyarakatnya sebagai fungsinya harus senantiasa dengan visi dan niat memperoleh ridho Tuhan yang maha Esa.
Namun setelah amandemen konstitusi, hukum adat diakui sebagaimana dinyatakan dalam Undang-undang Dasar 1945 Pasal 18B ayat (2) yang menyatakan : Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam undang-undang.
Dalam memberikan tafsiran terhadap ketentuan tersebut Jimly Ashiddiqie menyatakan perlu diperhatikan bahwa pengakuan ini diberikan oleh Negara :
1).     Kepada eksistensi suatu masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisional yang dimilikinya;
2).     Eksistensi yang diakui adalah eksistensi kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat. Artinya pengakuan diberikan kepada satu persatu dari kesatuan-kesatuan tersebut dan karenanya masyarakat hukum adat itu haruslah bersifat tertentu;
3).     Masyarakat hukum adat itu memang hidup (Masih hidup);
4).     Dalam lingkungannya (lebensraum) yang tertentu pula;
5).     Pengakuan dan penghormatan itu diberikan tanpa mengabaikan ukuran-ukuran kelayakan bagi kemanusiaan sesuai dengan tingkat perkembangan keberadaan bangsa. Misalnya tradisi-tradisi tertentu yang memang tidak layak lagi dipertahankan tidak boleh dibiarkan tidak mengikuti arus kemajuan peradaban hanya karena alasan sentimentil;
6).     Pengakuan dan penghormatan itu tidak boleh mengurangi makna Indonesia sebagai suatu negara yang berbentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia. (Ashiddiqie, 2003 : 32-33)
Memahami rumusan Pasal 18B UUD 1945 tersebut maka:
1.      Konstitusi menjamin kesatuan masyarakat adat dan hak-hak tradisionalnya ;
2.      Jaminan konstitusi sepanjang hukum adat itu masih hidup;
3.      Sesuai dengan perkembangan masyarakat; dan
4.      Sesuai dengan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia.
5.      Diatur dalam undang-undang
Dengan demikian konsitusi ini, memberikan jaminan pengakuan dan penghormatan hukum adat bila memenuhi syarat:
1.      Syarat Realitas, yaitu hukum adat masih hidup dan sesuai perkembangan masyarakat;
2.      Syarat Idealitas, yaitu sesuai dengan prinsip negara kesatuan Republik Indonesia, dan keberlakuan diatur dalam undang-undang;
Pasal 28 I ayat (3) UUD 1945 menegaskan bahwa “Identitas budaya dan hak masyarakat tradisional dihormati selaras dengan perkembangan zaman dan peradaban”.
Antara Pasal 18 B ayat (2) dan Pasal 28 I ayat (3) pada prinsipnya mengandung perbedaan dimana Pasal 18 B ayat (2) termasuk dalam Bab VI tentang Pemerintahan Daerah sedangkan 28 I ayat (3) ada pada Bab XA tentang Hak Asasi Manusia. Lebih jelasnya bahwa Pasal 18 B ayat (2) merupakan penghormatan terhadap identitas budaya dan hak masyarakat tradisional (indigeneous people). Dikuatkan dalam ketentuan UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia pada Pasal 6 ayat 1 dan ayat 2 yang berbunyi :
(1)    Dalam rangka penegakan hak asasi manusia, perbedaan dan kebutuhan dalam masyarakat hukum dapat harus diperhatikan dan dilindungi oleh hukum, masyarakat dan pemerintah.
(2)    Identitas budaya masyarakat hukum adat, termasuk hak atas tanah ulayat dilindungi, selaras dengan perkembangan zaman.
Sebagaimana Penjelasan UU No. 39 Tahun 1999 (TLN No. 3886) Pasal 6 ayat (1) menyebutkan bahwa hak adat yang secara nyata masih berlaku dan dijunjung tinggi di dalam lingkungan masyarakat hukum adat harus dihormati dan dilindungi dalam rangka perlindungan dan penegakan Hak Asasi Manusia dalam masyarakat bersangkutan dengan memperhatikan hukum dan peraturan perundang-undangan. Selanjutnya penjelasan Pasal 6 ayat (2) menyatakan dalam rangka penegakan Hak Asasi Manusia, identitas budaya nasional masyarakat hukum adat yang masih secara nyata dipegang teguh oleh masyarakat hukum adat setempat, tetap dihormati dan dilindungi sepanjang tidak bertentangan dengan asas-asas Negara Hukum yang berintikan keadilan dan kesejahteraan masyarakat. Dalam ketentuan tersebut, bahwa hak adat termasuk hak atas tanah adat dalam artian harus dihormati dan dilindungi sesuai dengan perkembangan zaman, dan ditegaskan bahwa pengakuan itu dilakukan terhadap hak adat yang secara nyata dipegang teguh oleh masyarakat hukum adat setempat.
 Kedudukan Hukum Adat dalam Perundang-undangan
Perundang-undangan sesuai dengan UU No. 10 Tahun  2004, maka tata urutan peraturan perundang-undangan sebagai berikut :
1.      Undang-undang Dasar 1945;
2.      Undang-undang/ Perpu
3.      Peraturan Pemerintah;
4.      Peraturan Presiden
5.      Peraturan Daerah;
Hal ini tidak memberikan tempat secara formil hukum adat sebagai sumber hukum perundang-undangan, kecuali hukum adat dalam wujud sebagai hukum adat yang secara formal diakui dalam perundang-undangan, kebiasaan, putusan hakim atau atau pendapat para sarjana.
Dalam kesimpulan seminar Hukum Adat dan Pembinaan Hukum Nasional di Yogyakarta tahun 1975  telah dijelaskan secara rinci dimana sebenarnya kedudukan hukum adat dalam tata hukum nasional di Indonesia. Dalam seminar tersebut dijelaskan mengenai pengertian hukum adat, kedudukan dan peran hukum adat dalam sistem hukum nasional, kedudukan hukum adat dalam perundang-undangan, hukum adat dalam putusan hakim, dan mengenai pengajaran dan penelitian hukum adat di Indonesia. Hasil seminar diatas diharapkan dapat menjadi acuan dalam pengembangan hukum adat selanjutnya mengingat kedudukan hukum adat dalam tata hukum nasional di Indonesia sangat penting dan mempunyai peranan baik dalam sistem hukum nasional di Indonesia, dalam perundang-undangan, maupun dalam putusan hakim
Kelembagaan Adat Di Kabupaten Gumas dalam kaitan dengan fungsi Pemerintahan
Peraturan Daerah Kabupaten Gunung Mas Nomor  33  Tahun  2011 Tentang Kelembagaan  Adat  Dayak  Di  Kabupaten Gunung Mas pada Pasal 7 dan Pasal 8 mengatur mengenai Kedudukan, Tugas Dan Fungsi Damang Kepala Adat
Pasal 7
(1)   Damang Kepala Adat berkedudukan di ibu kota kecamatan sebagai mitra Camat dan mitra Dewan Adat Dayak kecamatan, bertugas dalam bidang pelestarian,
(2)   pengembangan dan pemberdayaan, adat istiadat, kebiasaan-kebiasaan dan berfungsi sebagai penegak hukum adat Dayak dalam wilayah Kedamangan bersangkutan.
(3)   Untuk kelancaran pelaksanaan tugas pokok dan fungsinya, Damang kepala Adat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dibantu oleh Kerapatan Mantir Perdamaian  Adat atau Let Adat tingkat kecamatan dan tingkat desa/kelurahan.
(4)   Kerapatan Mantir Kerapatan Mantir Perdamaian Adat tingkat kecamatan atau sebagai peradilan adat tingkat terakhir.
(5)   Kerapatan Mantir Perdamaian Adat tingkat kecamatan ditetapkan dan dikukuhkan oleh Dewan Adat Dayak kabupaten, sedangkan Kerapatan Mantir Perdamaian Adat tingkat desa/kelurahan ditetapkan dan dikukuhkan oleh Dewan Adat Dayak kecamatan.
(6)   Untuk mendukung kelancaran dan ketertiban administrasi, Damang Kepala Adat dibantu oleh seorang sekretaris.
Pasal   8
Damang Kepala Adat bertugas :
a.       menegakkan hukum adat dan menjaga wibawa  lembaga adat Kedamangan ;
b.      membantu kelancaran pelaksanaan eksekusi dalam perkara perdata yang mempunyai kekuatan hukum tetap, apabila diminta oleh pejabat yang berwenang;
c.       menyelesaikan perselisihan dan atau pelanggaran adat, dimungkinkan juga masalah-masalah yang termasuk dalam perkara pidana, baik dalam pemeriksaan pertama maupun dalam sidang penyelesaian terakhir sebagaimana lazimnya menurut adat yang berlaku ;
d.      berusaha untuk menyelesaikan dengan cara damai jika terdapat perselisihan intern suku dan antara satu suku dengan suku lain yang berada di wilayahnya ;
e.       memberikan pertimbangan baik diminta maupun tidak diminta kepada pemerintah daerah tentang masalah yang berhubungan dengan tugasnya ;
f.       memelihara, mengembangkan dan menggali kesenian dan kebudayaan asli daerah serta memelihara benda-benda dan tempat-tempat bersejarah warisan nenek moyang ;
g.      membantu pemerintah daerah dalam mengusahakan kelancaran pelaksanaan pembangunan di segala bidang, terutama bidang adat istiadat, kebiasaan-kebiasaan dan hukum adat;
h.      mengukuhkan secara adat apabila diminta oleh masyarakat adat setempat para pejabat publik dan pejabat lainnya yang telah dilantik sebagai penghormatan adat;
i.        dapat memberikan kedudukan hukum menurut hukum adat terhadap hal-hal yang menyangkut adanya persengketaan atau perkara perdata adat jika diminta oleh pihak yang berkepentingan;
j.        menyelenggarakan pembinaan dan pengembangan nilai-nilai adat Dayak, dalam rangka memperkaya, melestarikan dan mengembangkan kebudayaan nasional pada umumnya dan kebudayaan Dayak pada khususnya ;
Hukum Adat sebagai pelestarian nilai-nilai adat istiadat.
Kesimpukan-kesimpulan seminar Hukum Adat dan Pembinaan Hukum Nasional di Yogyakarta tahun 1975 di atas telah dijelaskan secara rinci dimanakah sebenarnya kedudukan hukum adat dalam tata hukum nasional di Indonesia. Dalam seminar tersebut dijelaskan mengenai pengertian hukum adat, kedudukan dan peran hukum adat dalam sistem hukum nasional, kedudukan hukum adat dalam perundang-undangan, hukum adat dalam putusan hakim, dan mengenai pengajaran dan penelitian hukum adat di Indonesia. Hasil seminar diatas diharapkan dapat menjadi acuan dalam pengembangan hukum adat selanjutnya mengingat kedudukan hukum adat dalam tata hukum nasional di Indonesia sangat penting dan mempunyai peranan baik dalam sistem hukum nasional di Indonesia, dalam perundang-undangan, maupun dalam putusan hakim.
Dalam berbagai rumusan peraturan Orde Baru kita dapat membaca bahwa negara sangat besar kekuasaannya, pandangan seperti mlsalnya ketentuan UUPA:
hak atas tanah berdasarkan hukum adat diakui, sepanjang masih hidup dan tidak bertentangan dengan pembangunan. Disini kita melihat kekuasaan yang mutlak dart
negara, karena berdasarkan interpretasinya hak ulayat yang telah lama dimiliki oleh
masyarakat adat, dapat dihapuskannya.
Hukum adat adalah aturan tidak tertulis yang hidup di dalam masyarakat adat suatu daerah dan akan tetap hidup selama masyarakatnya masih memenuhi hukum adat yang telah diwariskan kepada mereka dari para nenek moyang sebelum mereka. Oleh karena itu, keberadaan hukum adat dan kedudukannya dalam tata hukum nasional tidak dapat dipungkiri walaupun hukum adat tidak tertulis dan berdasarkan asas legalitas adalah hukum yang tidak sah. Hukum adat akan selalu ada dan hidup di dalam masyarakat
Hukum Adat adalah hukum yang benar-benar hidup dalam kesadaran hati
nurani warga masyarakat yang tercermin dalam pola-pola tindakan mereka sesuai
dengan adat-istiadatnya dan pola sosial budayanya yang tidak bertentangan dengan
kepentingan nasional. Era sekarang memang dapat disebut sebagai era kebangkitan masyarakat adat yang ditandai dengan lahirnya berbagai kebijaksanaan maupun keputusan
Pengadilan. Namun yang tak kalah penting adalah perlu pengkajian dan
pengembangan lebih jauh dengan implikasinya dalam penyusunan hukum nasional
dan upaya penegakan hukum yang berlaku di Indonesia.
Pengakuan Adat oleh Hukum Formal
Mengenai persoalan penegak hukum adat Indonesia, ini memang sangat prinsipil karena adat merupakan salah satu cermin bagi bangsa, adat merupkan identitas bagi bangsa, dan identitas bagi tiap daerah. Dalam kasus sala satu adatsuku Nuaulu yang terletak di daerah Maluku Tengah, ini butuh kajian adat yang sangat mendetail lagi, persoalan kemudian adalah pada saat ritual adat suku tersebut, dimana proses adat itu membutuhkan kepala manusia sebagai alat atau prangkat proses ritual adat suku Nuaulu tersebut. Dalam penjatuhan pidana oleh sala satu Hakim padaPerngadilan Negeri Masohi di Maluku Tengah, ini pada penjatuhan hukuman mati, sementara dalam Undang-undang Kekuasaan Kehakiman Nomor 4 tahun 2004. dalam Pasal 28 hakim harus melihat atau mempelajari kebiasaan atau adat setempat dalam menjatuhan putusan pidana terhadap kasus yang berkaitan dengan adat setempat.
Dalam kerangka pelaksanaan Hukum Tanah Nasional dan dikarenakan tuntutan masyarakat adat maka pada tanggal24 Juni 1999, telah diterbitkan Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No.5 Tahun 1999 tentang Pedoman Penyelesaian Masalah Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat.
Peraturan ini dimaksudkan untuk menyediakan pedoman dalam pengaturan dan pengambilan kebijaksanaan operasional bidang pertanahan serta langkah-langkah penyelesaian masalah yang menyangkut tanah ulayat.
Peraturan ini memuat kebijaksanaan yang memperjelas prinsip pengakuan terhadap “hak ulayat dan hak-hak yang serupa itu dari masyarakat hukum adat” sebagaimana dimaksudkan dalam Pasal 3 UUPA. Kebijaksanaan tersebut meliputi :
1.      Penyamaan persepsi mengenai “hak ulayat” (Pasal 1)
2.      Kriteria dan penentuan masih adanya hak ulayat dan hak-hak yang serupa dari masyarakat hukum adat (Pasal 2 dan 5).
3.      Kewenangan masyarakat hukum adat terhadap tanah ulayatnya (Pasal 3 dan 4)
Indonesia merupakan negara yang menganut pluralitas di bidang hukum, dimana diakui keberadaan hukum barat, hukum agama dan hukum adat. Dalam prakteknya (deskritif) sebagian masyarakat masih menggunakan hukum adat untuk mengelola ketertiban di lingkungannya.
Di tinjau secara preskripsi (dimana hukum adat dijadikan landasan dalam menetapkan keputusan atau peraturan perundangan), secara resmi, diakui keberadaaanya namun dibatasi dalam peranannya. Beberapa contoh terkait adalah UU dibidang agraria No.5 / 1960 yang mengakui keberadaan hukum adat dalam kepemilikan tanah

Senin, 31 Oktober 2011

MANAJEMEN SUKSES

Manajemen Sukses Kelapa

Perusahaan yang memiliki manajemen sukses adalah perusahaan yang mengefisiensi dan mengefektifkan produknya sehingga dapat memiliki kegunaan dan manfaat. Disini saya memilih produk Kelapa, karena kelapa ini mulai dari pohon hingga akarnya dapat bermanfaat.



Daun Kelapa
Daun kelapa dibuat menjadi berbagai macam benda. Bingkai lemari, hiasan janur, keranjang sampah, sapu lidi, sarang ketupat, tatakan, dan tempat buah. Kemudian manggar atau pangkal pelepahnya dapat dimanfaatkan untuk membuat ragi dan gula. Sementara pelepah keringnya dapat dibuat kipas, sandal, tas tangan, dan topi.

Buah Kelapa
Buah kelapa terdiri dari kulit luar, sabut, tempurung, kulit daging (testa), daging buah, air kelapa, dan lembaga (bakal buah).  Daging kelapa ini bisa dibuat apa saja. Daging kelapa muda dapat dijadikan campuran minuman atau bisa juga dijadikan makanan. Misalnya, kue kelapa, manisan serutan kelapa, salad kelapa. Sementara, daging kelapa yang tua bisa diolah menjadi kelapa parut, santan, kopra (daging buah kelapa yang dikeringkan), dan minyak. Sabut kelapa yang telah dibuang gabusnya dapat digunakan untuk pelapis jok dan kursi, serta pembuatan tali. Tempurung kelapa juga dapat digunakan untuk arang batok. Arang batok ini dapat digunakan sebagai “kayu bakar”.

Akar Kelapa
Akar kelapa dapat bermanfaat untuk kehidupan. Akar ini bisa dijadikan zat pewarna pada perabotan rumah tangga. Bisa juga dimanfaatkan untuk obatobatan (dalam ukuran atau takaran tertentu).
Tahukah kamu, air kelapa pun dapat dimanfaatkan untuk pembuatan kecap. Atau, bisa juga dijadikan bahan pembuatan sari kelapa atau biasa disebut nata de coco.



Batang Kelapa
Batang kelapa dimanfaatkan untuk membuat perabotan rumah tangga. meja, kursi, bingkai lukisan, dan lainnya. Selain itu, batang kelapa bisa digunakan untuk membuat bahan dasar pembangunan rumah, seperti genteng, papan, dan sebagainya.

KESIMPULAN
Jadi, pohon kelapa memiliki banyak manfaat dan kegunaannya. Fungsinya mulai dari kebutuhan pakai hingga obat – obatan. Namun, sekarang ini pohon kelapa mulai langka. Oleh karena itu, manajemen yang sukses dapat membuat pohon kelapa ini lebih efektif dan efisien.